SISTEM KARDIOVASKULER
“LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASKEP PENYAKIT JANTUNG BAWAAN”
DI
SUSUN OLEH :
ALAL
FITROH
(1310711087)
SI KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL
VETERAN JAKARTA
Laporan
Pendahuluan Keperawatan Medikal Bedah ( KMB ) Dengan Kelainan Jantung
Bawaan Patient Duktus Arteriosus ( PDA )
A. Pengertian
Penyakit jantung kongenital atau
penyakit jantung bawaan adalah sekumpulan malformasi struktur jantung atau
pembuluh darah besar yang telah ada sejak lahir. Penyakit jantung bawaan yang
kompleks terutama ditemukan pada bayi dan anak. Apabila tidak dioperasi,
kebanyakan akan meninggal waktu bayi. Apabila penyakit jantung bawaan ditemukan
pada orang dewasa, hal ini menunjukkan bahwa pasien tersebut mampu melalui
seleksi alam, atau telah mengalami tindakan operasi dini pada usia muda. (IPD
FKUI,1996 ;1134)
Duktus Arteriosus adalah
saluran yang berasal dari arkus aorta ke VI pada janin yang menghubungkan
arteri pulmonalis dengan aorta desendens. Pada bayi normal duktus tersebut
menutup secara fungsional 10 – 15 jam setelah lahir dan secara anatomis menjadi
ligamentum arteriosum pada usia 2 – 3 minggu. Bila tidak menutup
disebut Duktus Arteriosus Persisten (Persistent Ductus Arteriosus : PDA). (Buku
ajar kardiologi FKUI, 2001 ; 227)
Patent Duktus Arteriosus adalah
kegagalan menutupnya ductus arteriosus (arteri yang menghubungkan aorta dan
arteri pulmonal) pada minggu pertama kehidupan, yang menyebabkan mengalirnya
darah dari aorta tang bertekanan tinggi ke arteri pulmonal yang bertekanan
rendah. (Suriadi, Rita Yuliani, 2001; 235)
Patent Duktus Arteriosus (PDA)
adalah tetap terbukanya duktus arteriosus setelah lahir, yang menyebabkan
dialirkannya darah secara langsung dari aorta (tekanan lebih tinggi) ke dalam
arteri pulmoner (tekanan lebih rendah). (Betz & Sowden, 2002 ; 375)
B.
Etiologi
Penyebab terjadinya penyakit
jantung bawaan belum dapat diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa faktor
yang diduga mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian penyakit jantung
bawaan :
1. Faktor Prenatal :
- Ibu menderita penyakit infeksi : Rubella.
- Ibu alkoholisme, peminum obat penenang atau jamu
- Umur ibu lebih dari 40 tahun.
- Ibu menderita penyakit Diabetes Mellitus (DM) yang memerlukan insulin.
2. Faktor Genetik
:
- § Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan.
- § Ayah / Ibu menderita penyakit jantung bawaan.
- § Kelainan kromosom seperti Sindrom Down.
- § Lahir dengan kelainan bawaan yang lain.
( Buku Ajar Keperawatan Kardiovaskuler,
Pusat Kesehatan Jantung dan Pembuluh Darah Nasional Harapan Kita, 2001 ; 109)
C.
Patofisiologi
Dalam keadaan normal darah akan
mengalir dari daerah yang bertekanan tinggi ke daerah yang bertekanan rendah.
Daerah yang bertekanan tinggi ialah jantung kiri sedangkan yang
bertekanan rendah adalah jantung kanan. Sistem sirkulasi paru mempunyai tahanan
yang rendah sedangkan sistem sirkulasi sistemik mempunyai tahanan yang tinggi.
Apabila terjadi hubungan antara
rongga-rongga jantung yang bertekanan tinggi dengan rongga-rongga jantung yang
bertekanan rendah akan terjadi aliran darah dari rongga jantung yang bertekanan
tinggi ke rongga jantung yang bertekanan rendah. Sebagai contoh adanya defek
pada sekat ventrikel, maka akan terjadi aliran darah dari ventrikel kiri ke
ventrikel kanan. Kejadian ini disebut pirau (shunt) kiri ke kanan. Sebaliknya
pada obstruksi arteri pulmonalis dan defek septum ventrikel tekanan rongga
jantung kanan akan lebih tinggi dari tekanan rongga jantung kiri sehingga darah
dari ventrikel kanan yang miskin akan oksigen mengalir melalui defek tersebut
ke ventrikel kiri yang kaya akan oksigen, keadaan ini disebut dengan
pirau (shunt) kanan ke kiri yang dapat berakibat kurangnya kadar oksigen pada
sirkulasi sistemik. Kadar oksigen yang terlalu rendah akan menyebabkan
sianosis.
Kelainan jantung bawaan pada
umumnya dapat menyebabkan hal-hal sebagai berikut:
1. Peningkatan kerja
jantung, dengan gejala: kardiomegali, hipertrofi, takhikardia
2. Curah jantung yang
rendah, dengan gejala: gangguan pertumbuhan, intoleransi terhadap aktivitas.
3. Hipertensi pulmonal,
dengan gejala: dispnea, takhipnea
4. Penurunan saturasi
oksigen arteri, dengan gejala: polisitemia, asidosis, sianosis.
( Rumah Sakit Jantung Harapan
Kita, 1993).
D. Manifestasi
Klinis
Manifestasi klinis PDA pada bayi
prematur sering disamarkan oleh masalah-masalah lain yang berhubungan dengan
prematur (misalnya sindrom gawat nafas). Tanda-tanda kelebihan beban ventrikel
tidak terlihat selama 4 – 6 jam sesudah lahir. Bayi dengan PDA kecil mungkin
asimptomatik, bayi dengan PDA lebih besar dapat menunjukkan tanda-tanda gagal
jantung kongestif (CHF)
- Kadang-kadang terdapat tanda-tanda gagal jantung
- Terdengar bunyi mur-mur persisten (sistolik, kemudian menetap, paling nyata terdengar di tepi sternum kiri atas)
- Tekanan nadi besar (water hammer pulses) / Nadi menonjol dan meloncat-loncat, Tekanan nadi yang lebar (lebih dari 25 mm Hg)
- Takhikardia (denyut apeks lebih dari 170), ujung jari hiperemik
- Resiko endokarditis dan obstruksi pembuluh darah pulmonal.
- Infeksi saluran nafas berulang, mudah lelah
- Apnea, Tachypnea
- Nasal flaring
- Retraksi dada
- Hipoksemia
- Peningkatan kebutuhan ventilator (sehubungan dengan masalah paru)
(Suriadi, Rita Yuliani, 2001 ;
236, Betz & Sowden, 2002 ; 376)
E.
KLASIFIKASI
Pembagian atas dasar kelainan
fungsi sirkulasi yang terjadi, yaitu:
1. Penyakit jantung bawaan
non-sianotik:
a. Dengan vaskularisasi
paru normal: stenosis aorta, stenosis pulmonal, koarktasio aorta,
kardiomiopati.
b. Dengan vaskularisasi
paru bertambah: defek septum atrium, defek atrioventrikularis, defek septum
ventrikel, duktus arteriosus persisten, anomaly drainase vena pulmonalis
parsial.
2. Penyakit jantung bawaan
sianotik:
a. Dengan vaskularisasi
paru bertambah: transposisi arteri besar tanpa stenosis pulmonal, double
outlet right ventricle tanpa stenosis pulmonal, trunkus arteriosus
persisten, ventrikel tunggal tanpa stenosis pulmonal, anomaly total drainase
vena pulmonalis.
b. Dengan vaskularisasi
paru berkurang: stenosis pulmonal berat pada neonates, tetralogi Fallot,
atresia pulmonal, atresia tricuspid, anomaly Ebstein. (Sastroasmoro &
Maldiyono, 1996)
F. Komplikasi
- Endokarditis
- Obstruksi pembuluh darah pulmonal
- CHF
- Hepatomegali (jarang terjadi pada bayi prematur)
- Enterokolitis nekrosis
- Gangguan paru yang terjadi bersamaan (misalnya sindrom gawat nafas atau displasia bronkkopulmoner)
- Perdarahan gastrointestinal (GI), penurunan jumlah trombosit
- Hiperkalemia (penurunan keluaran urin.
- Aritmia
- Gagal tumbuh
(Betz & Sowden, 2002 ;
376-377, Suriadi, Rita Yuliani, 2001 ; 236)
G. Pemeriksaan
Diagnostik
- Radiologi: foto rontgen dada hampir selalu terdapat kardiomegali.
- Elektrokardiografi/EKG, menunjukkan adanya gangguan konduksi pada ventrikel kanan dengan aksis QRS bidang frontal lebih dari 90°.
- Pemeriksaan dengan Doppler berwarna : digunakan untuk mengevaluasi aliran darah dan arahnya.
- Ekokardiografi, bervariasi sesuai tingkat keparahan, pada PDA kecil tidak ada abnormalitas, hipertrofi ventrikel kiri pada PDA yang lebih besar. sangat menentukan dalam diagnosis anatomik.
- Kateterisasi jantung untuk menentukan resistensi vaskuler paru
(Betz & Sowden, 2002
;377)
H. Penatalaksanaan
Medis
- Penatalaksanaan Konservatif : Restriksi cairan dan bemberian obat-obatan : Furosemid (lasix) diberikan bersama restriksi cairan untuk meningkatkan diuresis dan mengurangi efek kelebihan beban kardiovaskular, Pemberian indomethacin (inhibitor prostaglandin) untuk mempermudah penutupan duktus, pemberian antibiotik profilaktik untuk mencegah endokarditis bakterial.
- Pembedahan : Operasi penutupan defek, Pemotongan atau pengikatan duktus.
- dianjurkan saat berusia 5-10 tahun
- Obat vasodilator, obat antagonis kalsium untuk membantu pada pasien dengan resistensi kapiler paru yang sangat tinggi dan tidak dapat dioperasi.
- Pemotongan atau pengikatan duktus.
- Non pembedahan : Penutupan dengan alat penutup dilakukan pada waktu kateterisasi jantung.
(Betz & Sowden, 2002 ;
377-378, Suriadi, Rita Yuliani, 2001 ; 236)
Asuhan
Keperawatan
Pasien
dengan Kelainan Jantung Bawaan
A. Pengkajian
a. Data subyektif :
– Umur biasanya sering
terjadi pada primi gravida , < 20 tahun atau > 35 tahun
– Riwayat kesehatan ibu
sekarang : terjadi peningkatan tensi, oedema, pusing, nyeri epigastrium, mual
muntah, penglihatan kabur
– Riwayat kesehatan ibu
sebelumnya : penyakit ginjal, anemia, vaskuler esensial, hipertensi kronik, DM
– Riwayat kehamilan:
riwayat kehamilan ganda, mola hidatidosa, hidramnion serta riwayat kehamilan
dengan pre eklamsia atau eklamsia sebelumnya
– Pola nutrisi : jenis
makanan yang dikonsumsi baik makanan pokok maupun selingan
– Psikososial spiritual :
Emosi yang tidak stabil dapat menyebabkan kecemasan, oleh karenanya perlu
kesiapan moril untuk menghadapi resikonya.
b. Data Obyektif :
– Inspeksi : edema yang
tidak hilang dalam kurun waktu 24 jam
– Palpasi : untuk
mengetahui TFU, letak janin, lokasi edema
– Auskultasi : mendengarkan
DJJ untuk mengetahui adanya fetal distress
– Perkusi : untuk
mengetahui refleks patella sebagai syarat pemberian SM ( jika refleks+)
– Pemeriksaan penunjang :
- Tanda vital diukur dalam posisi terbaring, diukur 2 kali dengan interval 6 jam
- Laboratorium : protein uri dengan kateter atau midstream ( biasanya meningkat hingga 0,3 gr/lt atau +1 hingga +2 pada skala kualitatif ), kadar hematokrit menurun, BJ urine meningkat, serum kreatini meningkat, uric acid biasanya > 7 mg/100 ml
- Berat badan : peningkatannya lebih dari 1 kg/minggu
- Tingkat kesadaran ; penurunan GCS sebagai tanda adanya kelainan pada otak
- USG ; untuk mengetahui keadaan janin
- NST : untuk mengetahui kesejahteraan janin
B. Diagnosa
Keperawatan
- Gangguan perfusi jaringan otak b/d penurunan kardiak out put sekunder terhadap vasopasme pembuluh darah.
- Resiko terjadi gawat janin intra uteri (hipoksia) b/d penurunan suplay O2 dan nutrisi kejaringan plasenta sekunderterhadap penurunan cardiac out put.
- Kelebihan volum cairan b/d kerusakan fungsi glumerolus sekunder terhadap penurunan cardiac out put
- Gangguan pemenuhan ADL b/d immobilisasi; kelemahan
- Kurang pengetahuan mengenai penatalaksanaan terapi dan perawatan b/d misinterpretasi informasi
- Pola nafas tidak efektif b/d penurunann ekspansi paru.
C. Rencana
Keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan otak b/d penurunan kardiak out put
sekunder terhadap vasopasme pembuluh darah:
Tujuan :
Perfusi jaringan otak adekuat dan Tercapai secara optimal.
Intervensi:
1. Monitor perubahan atau
gangguan mental kontinu ( cemas bingung, letargi, pingsan )
2. Obsevasi adanya pucat,
sianosis, belang, kulit dingin/ lembab.
3. Kaji tanda Homan ( nyeri pada
betis dengan posisi dorsofleksi ) eritema, edema
4. Dorong latihan kaki aktif /
pasif
5. Pantau pernafasan
6. Kaji fungsi GI, catat
anoreksia, penurunan bising usus, muntah/ mual, distaensi abdomen,
kontipasi
7. Pantau masukan dan perubahan
keluaran
2. Resiko terjadi gawat janin intra uteri (hipoksia) b/d
penurunan suplay O2 dan nutrisi kejaringan plasenta sekunderterhadap
penurunan cardiac out put.
Tujuan: Gawat janin tidak
terjadi, bayi Dapat dipertahankan sampai Umur 37 minggu dan atau BBL ≥
2500 g.
Intervensi:
- Anjurkan penderita untuk tidur miring ke kiri
- Anjurkan pasien untuk melakukan ANC secara teratur sesuai dengan masa kehamilan:
–
1 x/bln pada trisemester I
–
2 x/bln pada trisemester II
–
1 x/minggu pada trisemester III
- Pantau DJJ, kontraksi uterus/his gerakan janin setiap hari
- Motivasi pasien untuk meningkatkan fase istirahat
3. Kelebihan volum cairan b/d kerusakan fungsi glumerolus
sekunder terhadap penurunan cardiac out put.
Tujuan :
Kelebihan volume cairan teratasi.
Intervensi:
- Auskultasi bunyi nafas akan adanya krekels.
- Catat adanya DVJ, adanya edema dependen
- Ukur masukan atau keluaran, catat penurunan pengeluaran, sifat konsentrasi, hitung keseimbangan cairan.
- Pertahankan pemasukan total cairan 2000 cc/24 jam dalam toleransi kardiovaskuler.
- Berikan diet rendah natrium atau garam.
4. Gangguan pemenuhan ADL b/d immobilisasi; kelemahan
Tujuan :
ADL dan kebutuhan beraktifitas pasien terpenuhi secara adekuat.
Intervensi:
1.
Kaji toleransi pasien terhadap aktifitas menggunakn
termometer berikut : nadi 20/m diatas frekuensi nadi istirahat, catat
peningkatan tekanan darah, Dispenia, nyeri dada, kelelahan berat, kelemahan,
berkeringat, pusing atau pingsang.
2.
Tingakat istirahat, batasi aktifitas pada dasar nyeri
atau respon hemodinamik, berikan aktifitas senggang yang taidak berat.
3.
Kaji kesiapan untuk meningkatkan aktifitas contao ;
penurunan kelemahan dan kelelahan, tekanan darah stabil, peningkatan perhatian
pada aktifitas dan perawatan diri.
4.
Dorong memjukan aktifitas atau toleransi perawatan
diri.
5.
Anjurkan keluarga untuk membantu pemenuhan kebutuhan
ADL pasienn.
6.
Anjurakan pasiien menghindari peningkatan tekanan
abdomen, mengejan saat defekasi.
7.
Jelasakn pola peningkatan bertahap dari aktifitas,
contoh : posisi duduk diatas tempat tidur bila tidak ada pusing dan nyeri,
bangun dari tempat tidur, belajar berdiri dst
5. Kurang pengetahuan mengenai penatalaksanaan terapi dan
perawatan b/d misinterpretasi informasi
Tujuan :
Kebutuhan pengetahuan terpenuhi secara adekuat.
Intervensi:
- Identifikasi dan ketahui persepsi pasien terhadap ancaman atau situasi. Dorong mengekspresikan dan jangan menolak perasaan marah, takut dll.
- Mempertahankan kepercayaan pasien ( tanpa adanya keyakinan yang salah )
- Terima tapi jangan beri penguatan terhadap penolakan
- Orientasikan klien atau keluarga terhadap prosedur rutin dan aktifitas, tingkatkan partisipasi bila mungkin.
- Jawab pertanyaan dengan nyata dan jujur, berikan informasi yang konsisten, ulangi bila perlu.
- Dorong kemandirian, perawatan diri, libatkan keluarga secara aktif dalam perawatan.
6. Pola nafas tidak efektif b/d penurunann ekspansi
paru.
Tujuan :
Pola nafas yang efektif.
Intervensi:
- Pantau tingkat pernafasan dan suara nafas.
- Atur posisi fowler atau semi fowler.
- Sediakan perlengkapan penghisapan atau penambahan aliran udara.
- Berikan obat sesuai petunjuk.
- Sediakan oksigen tambahan.
DAFTAR PUSTAKA
American
Healt Association. 2010. Congenital heart desease. http://www.americanheart.org. diakses Tanggal: 1 Juli 2010.
Arief
dan Kristiyanasari, Weni, 2009. Neonatus dan asuhan keperawatan anak.
Yogyakarta: Nuha Medika.
British
heart foundation. 2009. Beating heart desease together. http://www.nhlbi.nih.gov. Diakses Tanggal: 1 Juli 2010.
Cyntiasari.
2010. Tentang penyakit jantung bawaan. http://www.cyntiasari.com. Diakses Tanggal: 1 Juli 2010.
Febrian.
2009. Laporan tutorial blok kardiovaskuler skenario 2 defek septum ventrikel.
http://febrianfn.wordpress.com. Diakses tanggal: 7 Juni 2010.
Manuaba,
Ida Bagus Gde. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana
untuk Pendidikan Bidan. 2002. Jakarta: EGC.
Nelson,
(2000), Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: EGC.
Ngustiyah.
2005. Perawatan anak Sakit edisi 2. Jakarta: EGC.
Ontoseno,
Teddy. 2007. Deteksi dini penyakit jantung bawaan pada bayi untuk indikasi
pembedahan. http://www.majalah-farmacia.com. Diakses tanggal: 7 Juni 2010.
Prawirohardjo
sarwono, 1999. Ilmu Kebidanan edisi ketiga. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
Rahayoe,
A. 2006. Penanganan medis pada penyakit jantung bawaan. http://www.indonesiaindonesia.com. Diakses Tanggal: 1 Juli 2010.
Rahman,
A.M & Teddy, O. 2009. Deteksi dini penyakit jantung bawaan pada
neonatus. http://www.google.co.id/url. Diakses tanggal : 7 Juni 2010.
Roebiono,
S.P. 2007. Diagnosis dan tatalaksanan penyakit jantung bawaan. http://www.mhcs.health.
Diakses tanggal: 7 Juni 2010.
Simposium
sehari. FK Unair-RS DR Soetomo “Deteksi Penyakit Jantung Pembuluh Darah untuk
Indikasi Pembedahan”. 2007. Surabaya.
Sudarti
dan Endang. 2010. Kebidanan Neonatus, bayi dan anak balita untuk mahasiswa
kebidanan. Yogyakarta: numed .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar